Efektivitas penyembuhan suatu penyakit atau rehabilitasi suatu kelainan sangat tergantung pada kedinian dan ketepatan terapi yang dilakukan. Kedinian terapi terkait erat dengan kemampuan mendiagnosa penyakit atau gejala kelainan secara tepat dan dini. Kecermatan orang tua mengenali kelainan pertumbuhan anak dan mendiagnosa penyebab kelainan sejak lahir akan mempermudah terapi dan tindak rehabilitatif selanjutnya.
Pengenalan dini kelainan pertumbuhan anak dilakukan dengan memperhatikan perkembangan kemampuan anak menggerak-gerakan kaki dan tangannya, gerakan telungkup dan merangkak serta berdiri dan berjalan pada usia 6 bulan hingga 14 bulan. Selain kewajaran gerakan motorik tersebut, juga diperhatikan kewajaran fungsi sensorik anak misalnya kepekaan terhadap dan kemampuan berinteraksi dengan lingkungan, tatapan mata yang fokus, meniru bunyi dan kata yang didengarnya hingga mengucapkan kata-kata yang bermakna dan bercakap-cakap.
Pengenalan dini kelainan pertumbuhan anak dilakukan dengan memperhatikan perkembangan kemampuan anak menggerak-gerakan kaki dan tangannya, gerakan telungkup dan merangkak serta berdiri dan berjalan pada usia 6 bulan hingga 14 bulan. Selain kewajaran gerakan motorik tersebut, juga diperhatikan kewajaran fungsi sensorik anak misalnya kepekaan terhadap dan kemampuan berinteraksi dengan lingkungan, tatapan mata yang fokus, meniru bunyi dan kata yang didengarnya hingga mengucapkan kata-kata yang bermakna dan bercakap-cakap.
Dari dimensi waktu, ICD-10 dengan tegas membedakan dua masa terjadinya kelainan, yaitu kelainan terjadi sebelum anak berusia 3 (tiga) tahun, dan kelainan yang terjadi sesudah anak berusia 3 (tiga) tahun. Pengalaman menunjukkan bahwa ada beberapa kasus yang pada dua tahun pertama sejak kelahiran, pertumbuhan fisik, perilaku dan kecerdasan anak kelihatan normal. Sindroma Heller misalnya, hingga tahun kedua pertumbuhan anak tergolong normal, namun setelah itu kemampuan anak berbicara dan mengenali sesuatu (kognitif) terus menerus menurun secara mencemaskan hingga anak tersebut tergolong cacat permanen.
Keterlambatan mendiagnosa dan menterapi kelainan pertumbuhan anak secara tepat dapat menimbulkan cacat fisik, mental dan emosional (mental and emotional disorder) dan kelainan tingkat kecerdasan anak secara timbal balik yang bersifat permanen.
Kelainan pertumbuhan fisik (physical disorder) anak dapat berupa:
1. aphasia suatu keadaan anak yang susah berbicara;
2. apraxia, suatu keadaan anak yang tidak dapat menggerakkan badannya karena gangguan saraf motorik;
3. ataxia, suatu keadaan anak yang sulit menggerakan otot-ototnya;
4. gerakan athetoid suatu keadaan anak yang tangannya terus menerus bergerak secara tidak terkendali;
5. dyslexia suatu keadaan anak yang mengalami kesulitan membaca;
6. dysphasia suatu keadaan anak yang mengalami kesulitan mengucapkan kata yang sulit atau kalimat rumit;
7. dyskinesia suatu keadaan anak yang mengalami kesulitan menggerakkan kaki dan tangan;
8. mental psikotik suatu gangguan mental berat yang butuh layanan kejiwaan terpadu.
2. apraxia, suatu keadaan anak yang tidak dapat menggerakkan badannya karena gangguan saraf motorik;
3. ataxia, suatu keadaan anak yang sulit menggerakan otot-ototnya;
4. gerakan athetoid suatu keadaan anak yang tangannya terus menerus bergerak secara tidak terkendali;
5. dyslexia suatu keadaan anak yang mengalami kesulitan membaca;
6. dysphasia suatu keadaan anak yang mengalami kesulitan mengucapkan kata yang sulit atau kalimat rumit;
7. dyskinesia suatu keadaan anak yang mengalami kesulitan menggerakkan kaki dan tangan;
8. mental psikotik suatu gangguan mental berat yang butuh layanan kejiwaan terpadu.
Secara khusus Dr Andreas Rett (1966) mendeskripsikan 4 (empat) tahapan pertumbuhan
kelainan anak penyandang sindroma Rett sebagai berikut:
- Pengenalan dini (early onset) sejak bayi berusia 6-18 bulan, dengan memperhatikan fokus tatapan mata, gerakan kaki dan tangan, kemampuan telungkup, merangkak, kemampuan mengucapkan dan meniru, perhatian pada mainan dan lingkungan, serta kemampuan berdiri sendiri dan berjalan.
- Tahapan kerusakan yang cepat (rapid destructive stage) karena dalam hitungan minggu atau bulan yang terjadi pada usia 1 – 4 tahun. Pada tahapan ini keterampilan dan kemampuan anak yang semula kelihatan normal menjadi terus berkurang dan menghilang. Gejala ini makin nyata menjelang anak berusia 2 (dua) tahun. Gerakan kaki dan tangan makin tidak terkendali dan makin kaku, baru reda pada waktu tidur. Irama pernapasan makin tidak teratur.
- Tahap kestabilan atau ketenangan palsu (plateau or pseudo-stationary stage) terjadi pada usia 2 – 10 tahun. Pada tahapan ini kelainan perilaku anak kelihatan berkurang, emosinya kelihatan lebih stabil dan terkendali. Namun perlu diwaspadai ancaman terus merosotnya kemampuan sarat sensorik dan motoriknya sehingga gejala apraxia makin nyata.
- Tahapan makin sulit bergerak (late motor deterioration stage) terjadi bertahun-tahun bahkan beberapa dekade dimana kemampuan menggerakan otot terus berkurang karena sebagian otot-ototnya lemas tak bertenaga sedangkan bagian otot lainnya kaku dan mengarah kepada cacad phisik yang bersifat permanen. Ketidakmampuan mengatasi gangguan emosi anak, terutama setelah berumur 3 (tiga) tahun dapat memperparah kelainan tersebut hingga mengidap gangguan mental psikotik (psychotic mental disorder) dan atau kelainan kepribadian (personality disorder), sehingga menjadi penyandang kelainan atau cacat permanen.
Kelainan atau cacat kepribadian dapat berupa:
- Kelainan kepribadian paranoid yang dikuasai oleh rasa takut sehingga selalu curiga dan tidak percaya pada sesama;
- Kelainan kepribadian schizotypal yang cenderung menyendiri dan membenam diri dalam alam pikiran dan dunia fantasinya sendiri;
- Kelainan kepribadian histionik yang selalu minta diperhatikan, diutamakan dan semua keinginan harus dituruti.
Hingga kini intensitas usaha mengenali penyebab kelainan pertumbuhan anak terus ditingkatkan.
Secara umum kelainan pertumbuhan anak dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) faktor penyebab, yaitu:
- faktor kelainan perkembangan otak (brain development disorder) atau karena kelainan perkembangan saraf (neuro-developemt disorder),
- virus, jamur, rubella, herpes toksoplasma dan akibat vaksin yang mengandung air raksa (mercuri) seperti vaksin MMR dan Thimerosal,
- sistem pencernaan yang kurang baik sehingga rentan terhadap makanan tertentu,
- karena kelainan kromosom dan faktor keturunan atau genetika.
Uraian ICD-10 dan sindroma Rett di atas mengisyaratkan betapa pentingnya pendiagnosaan dan penterapian dini bagi penyandang kelainan pertumbuhan anak, terutama bagi anak berusia kurang dari 3 (tiga) tahun. Pengenalan dini kelainan fisik anak seyogianya dilakukan oleh orang tua anak dengan mengamati kekakuan (spastic), kemampuan mengendalikan gerakan otot (athetoid), kelemasan otot (hypotonic), dan kombinasi antara kekakuan otot (spastic) dan kelemasan otot (hypotonic).
Selanjutnya kekakuan otot (spastic) dapat dipilah menjadi 4 (empat) macam, yaitu :
- kekakuan atau kelemasan semua otot- otot kaki dan tangan atau spastic quadriplegia. Pada umumnya kekakuan otot disandang oleh penderita virus rubella penyandang sindroma Down;
- kekakuan otot kaki dan tangan pada sebelah kiri atau kanan tubuh yang dikenal sebagai spastic hemiplegia;
- kekakuan otot kaki atau spastic diplegia, dan
- kombinasi ketiga jenis kekakuan di atas.
Berlanjutnya gangguan pertumbuhan fisik seperti kekakuan atau ketidakberdayaan otot anggota gerak (kaki dan tangan) dapat merambat pada otot-otot leher, dagu dan muka anak sehingga menghambat gerakan leher dan kemampuan mengunyah, menelan, bercakap-cakap, menggerakkan bola mata serta kemampuan mendengarkan suara. Kelainan pertumbuhan fisik ini dapat dikenali orang tua lebih dini. sebagai contoh, seorang ibu muda yang baru melahirkan putra pertama menemukan pada bagian kiri leher terdapat sebuah benjolan kecil sebelum bayi berumur sebulan. Pendiagnosaan dini tersebut yang mempermudah tindakan penyembuhannya.
Di samping pencermatan pertumbuhan fisik anak juga dilakukan pencermatan perkembangan kejiwaan dan kepribadian anak yang dilakukan dengan memperhatikan perilaku anak dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Secara umum kelainan perilaku anak dapat dibedakan menjadi perilaku anak sangat aktif atau hiperaktif dan perilaku sangat tenang atau hipoaktif. Gerakan kaki dan tangan anak yang hiperaktif sangat cepat untuk mendekati dan meraih benda-benda yang ada disekitarnya, sehingga terkesan sangat nakal. Sebaliknya gerakan kaki dan tangan anak hipoaktif sangat lamban dan berperilaku sangat tenang sehingga terkesan sebagai anak manis (good boy or good girl). Kelainan fisik dan mental anak yang berlanjut akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan anak, sehingga bila tidak diatasi dengan tuntas anak tersebut akan terbelenggu oleh kelainan fisik (physical disorder) dan ketertinggalan mental dan intelektual (mental and intellectual disorders), yang akan menjadi beban permanen keluarga dan masyarakat.
Untuk mengatasi petaka yang mengancam generasi muda tersebut perlu penyebarluasan pengetahuan mengenai gejala umum (sindroma) kelainan pertumbuhan anak (pervasive development disorder) pada masyarakat umumnya, khususnya pada orang tua dan calon orang tua guna dapat mendiagnosa secara dini kemungkinan kelainan yang diidap oleh putra atau putri mereka. Dengan pengetahuan tersebut, orang tua dapat mengenali secara dini kewajaran atau kelainan pertumbuhan fisik, mental dan kecerdasan putra-putrinya menjelang usia 3 (tiga) tahun. Bila hasil pengamatan orang tua mengindikasikan adanya kelainan, maka orang tua dapat secara dini pula berusaha mendapatkan terapist yang tepat supaya kadar kesembuhan atau kepulihan kesehatan anak makin besar pula. Peran orang tua dalam pendiagnosaan dini dapat dikatakan mutlak.
No comments:
Post a Comment